oleh: Listian Ruslim
A. Pendidikan Formal
Dalam lingkungan pendidikan formal, proses perkembangan lembaga
pendidikan keluarga dan masyarakat mengalami perkembangan sesuai dengan
kemajuan kebudayaan dan peradaban manusia. Lembaga pendidikan dalam bentuk
sekolah formal ini berkembang juga dengan adanya perubahan stuktur dan fungsi
masyarakat, dimana sekolah akan melayani pendidikan formal, seperti taman
kanak-kanak, sekolah dasar, dan sampai tingkat pendidikan tinggi. Lembaga ini
meneruskan penguasaan anak terhadap nilai dan norma yang telah didapat dalam
lingkungan keluarga dan masyarakat. Pendidikan formal dituntut untuk dapat
mengenalkan, belajar, dan memahami lingkungan sosial yang ada. Pendidikan
formal ini mengupayakan pada anak dalam rangka pertumbuhan dan perkembangan
anak tidak hanya secara emosional maupun sosial, melainkan juga pada penguasaan
dan perkembangan intelektualitasnya. Melalui
proses pendidikan formal, seorang
anak dapat memiliki sikap, pengetahuan, maupun keterampilan yang semuanya
merupakan wujud abstrak dari kebudayaan. Proses pendidikan dapat memperkuat
penyesuaian diri seseorang terhadap lingkungan sosial yang baru.
Pendidikan formal merupakan kegiatan pendidikan yang dilaksanakan
secara formal dalam suatu lembaga pendidikan formal, yang bertugas meneruskan
penguasaan anak terhadap nilai dan norma yang telah didapat dalam lingkungan
keluarga dan masyarakat, untuk dikembangkan dalam rangka meneruskan dan
mempertahankan kebudayaan.
B. Peran Guru
Peran guru sebagai fasilitator membawa konsekuensi terhadap
perubahan pola hubungan guru-siswa, yang semula lebih bersifat “top-down” ke
hubungan kemitraan. Dalam hubungan yang bersifat “top-down”, guru seringkali
diposisikan sebagai “atasan” yang cenderung bersifat otoriter, sarat komando,
instruksi bergaya birokrat, bahkan pawang, sebagaimana disinyalir oleh Y.B.
Mangunwijaya (Sindhunata, 2001). Sementara, siswa lebih diposisikan sebagai
“bawahan” yang harus selalu patuh mengikuti instruksi dan segala sesuatu yang
dikehendaki oleh guru.
Berbeda dengan pola hubungan “top-down”, hubungan kemitraan antara
guru dengan siswa, guru bertindak sebagai pendamping belajar para siswanya
dengan suasana belajar yang demokratis dan menyenangkan. Oleh karena itu, agar
guru dapat menjalankan perannya sebagai fasilitator seyogyanya guru dapat
memenuhi prinsip-prinsip belajar yang dikembangkan dalam pendidikan kemitraan,
yaitu bahwa siswa akan belajar dengan baik apabila:
·
Siswa secara penuh dapat
mengambil bagian dalam setiap aktivitas pembelajaran.
·
Apa yang dipelajari bermanfaat
dan praktis (usable).
·
Siswa mempunyai kesempatan
untuk memanfaatkan secara penuh pengetahuan dan keterampilannya dalam waktu
yang cukup.
·
Pembelajaran dapat
mempertimbangkan dan disesuaikan dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya dan
daya pikir siswa.
·
Terbina saling pengertian, baik
antara guru dengan siswa maupun siswa dengan siswa.
Di samping itu, guru seyogyanya dapat memperhatikan
karakteristik-karakteristik siswa yang akan menentukan keberhasilan belajar
siswa, diantaranya:
§ Setiap siswa memiliki pengalaman dan potensi belajar yang
berbeda-beda.
§ Setiap siswa memiliki tendensi untuk menentukan kehidupannnya
sendiri.
§ Siswa lebih memberikan perhatian pada hal-hal menarik bagi dia dan
menjadi kebutuhannnya.
§ Apabila diminta menilai kemampuan diri sendiri, biasanya cenderung
akan menilai lebih rendah dari kemampuan sebenarnya.
§ Siswa lebih menyenangi hal-hal yang bersifat kongkrit dan praktis.
§ Siswa lebih suka menerima saran-saran daripada diceramahi.
§ Siswa lebih menyukai pemberian penghargaan (reward) dari pada
hukuman (punishment).
Selain dapat memenuhi prinsip-prinsip belajar dan
memperhatikan karakteristik individual, juga guru dapat memperhatikan asas-asas
pembelajaran sebagai berikut:
o
Kemitraan, siswa tidak dianggap
sebagai bawahan melainkan diperlakukan sebagai mitra kerjanya.
o
Pengalaman nyata, materi
pembelajaran disesuaikan dengan pengalaman dan situasi nyata dalam kehidupan
sehari-hari siswa.
o
Kebersamaan, pembelajaran
dilaksanakan melalui kelompok dan kolaboratif.
o
Partisipasi, setiap siswa
dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan sehingga mereka merasa
bertanggung jawab atas pelaksanaan keputusan tersebut, sekaligus juga bertanggung
atas setiap kegiatan belajar yang dilaksanakannya.
o
Keswadayaan, mendorong
tumbuhnya swadaya (self supporting) secara optimal atas setiap aktivitas
belajar yang dilaksanakannya.
o
Manfaat, materi pembelajaran
disesuaikan dengan kebutuhan dan dapat memberikan manfaat untuk memecahkan
masalah-masalah yang dihadapi siswa pada masa sekarang mau pun yang akan
datang.
o
Lokalitas, materi pembelajaran
dikemas dalam bentuk yang paling sesuai dengan potensi dan permasalahan di
wilayah (lingkungan) tertentu (locally specific), yang mungkin akan berbeda satu
tempat dengan tempat lainnya.
Pada bagian lain, Wina Senjaya (2008) mengemukakan bahwa agar guru
dapat mengoptimalkan perannya sebagai fasilitator, maka guru perlu memahami
hal-hal yang berhubungan dengan pemanfaatan berbagai media dan sumber belajar.
Dari ungkapan ini, jelas bahwa untuk mewujudkan dirinya sebagai fasilitator,
guru mutlak perlu menyediakan sumber dan media belajar yang cocok dan beragam
dalam setiap kegiatan pembelajaran, dan tidak menjadikan dirinya sebagai
satu-satunya sumber belajar bagi para siswanya.
Terkait dengan sikap dan perilaku guru sebagai fasilitator, di bawah
ini dikemukakan beberapa hal yang perlu diperhatikan guru untuk dapat menjadi
seorang fasilitator yang sukses:
Ø Mendengarkan dan tidak mendominasi. Karena siswa merupakan pelaku
utama dalam pembelajaran, maka sebagai fasilitator guru harus memberi
kesempatan agar siswa dapat aktif. Upaya pengalihan peran dari fasilitator
kepada siswa bisa dilakukan sedikit demi sedikit.
Ø Bersikap sabar. Aspek utama pembelajaran adalah proses belajar yang
dilakukan oleh siswa itu sendiri. Jika guru kurang sabar melihat proses yang
kurang lancar lalu mengambil alih proses itu, maka hal ini sama dengan guru
telah merampas kesempatan belajar siswa.
Ø Menghargai dan rendah hati. Guru berupaya menghargai siswa dengan
menunjukan minat yang sungguh-sungguh pada pengetahuan dan pengalaman mereka
Ø Mau belajar. Seorang guru tidak akan dapat bekerja sama dengan siswa
apabila dia
tidak ingin memahami atau belajar tentang mereka.
Ø Bersikap sederajat. Guru perlu mengembangkan sikap kesederajatan
agar bisa diterima sebagai teman atau mitra kerja oleh siswanya
Ø Bersikap akrab dan melebur. Hubungan dengan siswa sebaiknya
dilakukan dalam suasana akrab, santai, bersifat dari hati ke hati (interpersonal
realtionship), sehingga siswa tidak merasa kaku dan sungkan dalam berhubungan
dengan guru.
Ø Tidak berusaha menceramahi. Siswa memiliki pengalaman, pendirian,
dan keyakinan tersendiri. Oleh karena itu, guru tidak perlu menunjukkan diri
sebagai orang yang serba tahu, tetapi berusaha untuk saling berbagai pengalaman
dengan siswanya, sehingga diperoleh pemahaman yang kaya diantara keduanya.
Ø Berwibawa. Meskipun pembelajaran harus berlangsung dalam suasana
yang akrab dan santai, seorang fasilitator sebaiknya tetap dapat menunjukan
kesungguhan di dalam bekerja dengan siswanya, sehingga siswa akan tetap
menghargainya.
Ø Tidak memihak dan mengkritik. Di tengah kelompok siswa seringkali
terjadi pertentangan pendapat. Dalam hal ini, diupayakan guru bersikap netral
dan berusaha memfasilitasi komunikasi di antara pihak-pihak yang berbeda
pendapat, untuk mencari kesepakatan dan jalan keluarnya.
Ø Bersikap terbuka. Biasanya siswa akan lebih terbuka apabila telah
tumbuh kepercayaan kepada guru yang bersangkutan. Oleh karena itu, guru juga
jangan segan untuk berterus terang bila merasa kurang mengetahui sesuatu, agar
siswa memahami bahwa semua orang selalu masih perlu belajar
Ø Bersikap positif. Guru mengajak siswa untuk mamahami keadaan dirinya
dengan menonjolkan potensi-potensi yang ada, bukan sebaliknya mengeluhkan
keburukan keburukannya. Perlu diingat, potensi terbesar setiap siswa adalah
kemauan dari manusianya sendiri untuk merubah keadaan.
C. Manfaat
Manfaat peran guru sebagai fasilitator:
ü Proses belajar mengajar menjadi lebih lancar karena ada yang
membimbing.
ü Hubungan guru dengan siswa menjadi lebih akrab.
ü Guru dapat lebih memahami karakter siswa.
ü Guru dapat bersikap lebih sabar dalam mengajar.
ü Guru bisa lebih memahami apa keinginan siswa
DAFTAR PUSTAKA
Sindhunata.
2001. Pendidikan: Kegelisahan Sepanjang Zaman, Yogyakarta : Kanisius
Wina Senjaya.
2008. Strategi Pembelajaran; Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Proyek P2MPD.
2000. Fasilitator dalam Pendidikan Kemitraan (Materi IV-4-1). Jakarta.
No comments:
Post a Comment