SEJARAH PARTAI AMANAT NASIONAL DAN PERAN AMIEN RAIS
Sebenarnya, setelah Soeharto langser, hati kecil
Amien Rais ingin kembali ke Muhammadiyah, untuk menekuni kegiatan dakwah,
pendidikan dan sosial. Akan tetapi keinginannya harus berhadapan dengan tuntutan
dan harapan yang terlanjur dipikul kepundaknya. Menurut Sekjen Komnas HAM
Baharudin Lopa yang langsung menemuinya di kantor PP Muhammadiyah; “Amien sudah
berhasil merobohkan, kini rakyat menunggu bagaimana ia membangun.” Bahkan
dengan kalimat yang lebih lantang, Eep Saefullah Fatah dalam kolom majalah
Ummat menyatakan: “jika Amin masih berfikir sebagai moralis yang tak serius
mengejar target kepemimpinan nasional, maka sebetulnya ia berkhianat kepada
konstituen yang telah membesarkannya. Bahkan, bisa membuatnya tak bertanggung
jawab, mengingat amanat sebagian (besar) publik belum tuntas ia tunaikan."
Pada Tabloid Adil dalam sebuah artikelnya berjudul
Ijtihad dan Terobosan, Amien mengungkapkan perasaannya sebagai berikut:
“Seandainya ada pilihan saya untuk kembali kekandang Muhammadiyah setelah
Soeharto turun panggung, tentu saya akan mengambil pilihan ini dengan amat
sangat gembira. Namun rupanya dalam hidup ini ada pilihan yang seolah dateng
dari luar, sebagai tuntutan masyarakat kepada kita, yang akhirnya tidak bisa
kita hindarkan.” Untuk memantapkan pilihannya, ia kemudian membawa kebimbangan
ini kedalam rapat PP Muhammadiyah (ketika itu Amien Rais masih menjadi
ketuanya). Hasilnya, sebagian mengharapkan ia meneruskan perjuangannya dengan
cara terjun ke partai, sementara yang lainnya menganggap tugasnya sudah
selesai, dan kini saatnya ia pulang kandang. Dalam dilema seperti inilah
kemudian ia mengambil keputusan yang disebutnya sebagai “ijtihad politik” untuk
terus berjuang lewat partai politik.
Persoalan baru timbul, apakah harus membuat partai
politik baru atau cukup bergabung dengang partai yang ada. Pada saat itu tibul
desakan dari Pimpinan Daerah Muhammadiyah Solo dan Pimpinan Wilayah
Muhammadiyah DKI agar Amien mendirikan partai politik baru dan menolak
bergabung dengan partai lama. Di dalam Majelis Amanat Rakyat (MARA) juga
terjadi perdebatan yang makin lama semakin mengkristal. Apakah MARA tetap
seperti bentuknya semula, yakni sebagai cabinet watch dog atau diubah menjadi
partai politik. Kelompok pertama, merupakan kelompok yang menginginkan MARA
tetap sebagaimana jati dirinya ketika dilahirkan. Dimotori oleh Zumrotin dan
Syahbani Kacasungkana, bahkan karena sangat khawatirnya, sampai-sampai Ratna
Sarumpaet menyatakan, kalau MARA berubah menjadi partai politik, maka ia akan
kehilangan simpati dari masyarakat. Sedangkan kelompok kedua, merupakan
kelompok yang menginginkan MARA berubah menjadi parpol. Yang paling Vokal dan
gigih memperjuangkannya ide ini adalah Fikri Jufri, yang didukung oleh Ulil
Absar Abdullah dan Ong Hok Ham. Fikri dan Ulil bahkan sudah siap dengan usulan
yang lebih jauh, yakni memperjuangkan Amien Rasis menjadi presden dalam pemilu
mendatang. Bagi Ulil, fenomena pak Amien yang muncul pada saat itu belum tentu
berulang dalam 50 tahun. Menurut pengamatannya, figur Amien Rais yang
dinobatkan sebagai “gerbong” reformasi oleh berbagai media massa dan diakui
sebagai tokoh reformasi oleh berbagai kalangan termasuk mahasiswa, memiliki
sumber daya yang mendukung sangat kuat. Apalagi sampai saat itu belum ada
satupun parpol yang berhasil memikat dirinya.
Tanggal 5-7 Juli 1998, dilaksanakan Tanwir
Muhammadiyah di Semarang yang dihadiri oleh seluruh jajaran Pimpinan Pusat
Muhammadiyah serta utusan dari tingkat Wilayah(provinsi). Amien sangat berharap
Tanwir akan mengambil semacam keputusan yang dapat dijadikan pegangan untuk
melangkah lebih lanjut. Dalam sidang komisi, mayoritas peserta menginginkan
agar warga Muhammadiyah membangun partai yang baru. Namun dalam keputusan resmi
dinyatakan, bahwa Muhammadiyah tidak akan pernah berubah menjadi parpol, juga
tidak akan membidani lahirnya sebuah parpol. Tetapi warga Muhammadiyah diberi
keleluasaan untuk terlibat dalam parpol sesuai dengan minat dan potensinya.
Ketika memberikan sebuah penutupan Tanwir, Amien menyinggung kemungkinan
lahirnya sebuah parpol baru dimana Syafi Ma’arif akan menjadi ketuanya. Hal
yang sama diulanginya ketika konferensi pers dengan para wartawan yang hadir.
Pak Syafi yang merasa belum pernah diajak bicara masalah ini merasa kaget.
Tetapi saat dikonfirmasikan wartawan tentang pernyataan pak Amien, ia enggan
berkomentar. Dalam pembicaraan-pembicaraan informal ia terasa ragu dan tidak
yakin dapat menjalankan peran itu. Meskipun pak Amien terus berusaha
meyakinkannya. Amien juga meminta bantuan Sandra Hamid dan Goenawan Mohammad
untuk meyakinkannya. Tetapi, makin lama sikap pak Syafi semakin tegas untuk
menolak. Sampai suatu saat ia menyampaikan pada pak Amien, "Anda sajalah
yang ke partai, biar saya yang menjaga Muhammadiyah," ujarnya.
Sekembalinya
dari Malaysia dalam rangka memenuhi undangan Universitas Malaya serta
bersilaturrahim dengan Perdana Menteri Mahathir Mohammad dan Wakil Perdana
Mentri Anwar Ibrahim. Amien Rais berkunjung kerumah pak Anwar Harjono. Pada
saat itu pak Anwar mengutarakan harapannya agar Amien mau memimimpin sebuah
parpol yang sedang diproses oleh tokoh-tokoh DDII. Bahkan, ketika itu Yusril
Ihza Mahendra yang sedang berada diluar kota, sempat menyampaikan dukungannya
lewat telepon. Dalam ceramah ataupun wawancara dengan para wartawan, pak Amien
juga menyinggung kemungkinan mendirikan parpol baru bersama Yusril. Namun
bersamaan dengan itu, pak Amien selalu menyebutkan bahwa nama partai yang akan
didirikannya adalah Partai Amanat Bangsa (PAB). Sebuah partai terbuka, yang
akan mengakomodasi seluruh potensi bangsa.
Tanggal 18 Juli pagi, pak Amien kembali berkunjung
kerumah pak Anwar dengan ditemani Dawam Raharjo. Saat itu juga hadir
tokoh-tokoh teras PPP, diantaranya: Buya Ismail Hasan Metareum, Aisyah Amini dan
Husein Umar. Saat itu mereka menawarkan pada pak Amien untuk bergabung dengan
PPP. Husein Umar menyatakan bahwa bagaimanapun PPP adalah hasil fusi dari
partai-partai Islam, karena itu pak Amien sebagai salah seorang tokoh umat,
mempunyai kewajiban untuk menyelamatkannya. Sementara Dawam menentang keras
usulan ini, bahkan secara tegas mendorong pak Amien agar segera membuat parpol
baru. Tidak ada keputusan ataupun kesepakatan dalam pertemuan itu.
Tanggal 20 Juli, sedianya pak Amien untuk datang
kerumah pak Anwar utuk menghadiri pertemuan dengan tokoh-tokoh Badan Koordinasi
Umat Islam (BKUI). Tetapi karena sangat lelah dan kondisinya kurang sehat,
setelah memberikan ceramah di Jawa Timur. Pak Amien menitipkan pesan yang
dibacakan dalam pertemuan itu, diantaranya; ia menginginkan partai yang akan
dibentuk bernama Partai Amanat Bangsa (PAB). Menurut pak Amien kata “amanat”
memiliki makna spiritual dan mengandung pesan moral yang dalam. Setelah
mendengar pesan pak Amien, pak Anwar kemudian menyampaikan pokok-pokok
pikirannya. Ia mulai dengan, menegaskan bahwa sejak awal partai yang dibentuk
dimaksudkan dapat mempersatukan umat secara bulat. “Kalau ditanya, apakah
partai ini nantinya akan memperkuat PPP?”, dengan nada bertanya. Kemudian
dijawabnya sendiri, “maka jawabannya, jelas tidak” Kemudian beliau melanjutkan,
“apakah akan menghidupkan Masyumi?, jawabnya ada dua. “Dengan nada datar beliau
menegaskan, untuk menghindari polemik yang berlarut-larut dalam masalah ini,
maka disepakati secara aklamasi sebuah kompromi pertama, Masyumi tidak akan
hidup kembali. Yang dituntut, hanya sebatas pemulihan nama baik saja. Kedua,
nama partai yang akan dilahirkan adalah Partai Bulan Bintang (PBB).
Menurut pak Anwar, saat bertemu pak Amien, ketika
nama tersebut disodorkan, ia tidak berkomentar. Hal ini kemudian disimpulkan
bahwa pak Amien setuju. “Tapi, anehnya, mengapa, kepada media massa kok dia
menyebut Partai Amanat Bangsa terus,” katanya. Dengan nada prihatin pak Anwar
melanjutkan, orang-orang Golkar mengharapkan agar ia tetap memimpin
Muhammadiyah saja. ” katanya lebih lanjut. Akhirnya rapat memutuskan bahwa nama
PBB tidak akan dirubah, sedangkan AD dan ART yang sudah disusun oleh tim cukup
lama tidak akan dibicarakan lagi. Mengingat, keinginan untuk mendirikan sebuah
Partai Islam atau partai yang bernafaskan Islam sudah muncul sejak tahun 1996.
Jadi, usulan dari pak Amien tidak akan dibicarakan lagi.
Tanggal 22 Juli, pak Amien menghadiri pertemuan MARA
di hotel Borobudur. Hadir dalam acara membahas situasi politik terahir ini,
antara lain: Goenawan Mohammad, Fikri Jufri, Dawan Raharjo, Ratna Sarumpet,
Zumrotin dan Ismet Hadad. Mereka kemudian, menyimpulkan bahwa
terombang-ambingnya pak Amien disebabkan karena kelambanan dan tidak adanya
sikap yang tegas dari MARA. Apalagi cukup lama MARA tidak mengadakan pertemuan,
sehingga banyak kejadian yang tidak disikapi. Dari hasil diskusi dan evaluasi
kinerja MARA, Goenawan kemudian menyimpulkan bahwa disepakati perlunya MARA
mempersiapkan pembentukan partai, disamping fungsinya semula sebagai gerakan
moral. Tim kecil yang diharapkan akan membidani lahirnya sebuah parpol kemudian
dibentuk.Tanggal 23 Juli, pak Amien bertemu tokoh-tokoh PPP dipondok indah.
Dalam acara tersebut hadir antara lain: Bachtiar Chamsyah, Aisyah Amini, Faisal
Basir, Yusuf Syakir, Fuad Bawazir dan Sutrisno Bachir. Yusuf Syakir yang
bertindak sebagai juru bicara menyampaikan bahwa PPP kini membutuhkan “suntikan
darah segar”. Bergabungnya pak Amien diharapkan akan memberikan image baru
sebagai partai reformis pada partai berlambang bintang ini. Mereka berjanji
akan memperjuangkan pak Amien menjadi ketua PPP pada muktamar yang dipercepat.
Sekiranya pak Amien merasa kurang pas dengan lambang atau nama yang digunakan
saat itu, semuanya bisa diperjuangkan saat muktamar. Pak Amien hanya menjawab,
akan mempelajari dan menimbang-nimbang lebih dulu.
Tanggal 27 Juli, pak Amien kembali menghadiri
pertemuan MARA di Galeri Cemara, Jakarta. Hadir dalam acara tersebut antara
lain: Goenawan Mohammad, Mukhtar Pabottinggi dan Albert Hasibuan. Selesai
pertemuan, diadakan konferensi pers. Dalam kesempatan ini pak Amien menyinggung
lagi tentang rencana pendirian partai, ia menyebut bahwa platform partai, saat
itu sedang dipersiapkan lebih lanjut, diutarakan bahwa untuk bidang politik dipimpin
oleh Mukhtar, hukum oleh Albert, sedangkan Ekonomi oleh Anggito Abimanyu dan
Faisal Basri. Seusai acara, pak Amien menemui Goenawan dan berbicara empat
mata. Pak Amien menceritakan lamaran tokoh-tokoh PPP beberapa hari sebelumnya.
Ternyata Goenawan memberikan respon positif. Pak Amien kemudian berfikir,
bagaimana mengawinkan partai yang akan dilahirkan MARA dengan PPP yang akan
direformasi. Pak Amien kembali bertemu tokoh di pondok Indah. Dalam kesempatan
ini ia mengutarakan, ia tertarik untuk bergabung dengan PPP. Namun katanya,
ibarat rumah, PPP perlu banyak kamarnya, diperluas ruang tamunya, diperbesar
dapurnya, karena akan dihadirinya penghuni baru, tanpa menggusur yang lama.
Kalau perlu labelnya diganti, agar lebih menarik. Menanggapi usulan pak Amien,
Yusuf Syakir sebagai juru bicara PPP, menyampakan bahwa teman-temannya untuk
menjadi anggota Majelis Pakar.
Usai pertemuan pak Amien langsung berangkat menuju
kantornya Amin Aziz di Tebet. Disitu telah menunggu Syafi Ma’arif, Sutrisno
Muhdam, A.M.Fatwa dan Dawam Raharjo. Mereka mendiskusikan untung dan ruginya
membuat partai baru atau bergabung dengan PPP. Kesimpulannya, baik mendirikan
partai baru maupun bergabung dengan PPP sama-sama memiliki keunggulan sekaligus
kelemahan. Idealnya adalah bila partai yang akan didirikan MARA dapat merger
dengan PPP.Tanggal 3 Agustus, pak Amien kembali bertemu tokoh-tokoh PPP di
Pondok Indah. Hadir dalam acara tersebut antara lain: Yusuf Syakir, Aisyah
Amini, Tosari Wijaya, Bachtiar Hamzah, Ali Hardi Kiai Demak, Faisal Baasir dan
Salahuddin Wahid. Sementara pak Amien ditemani oleh Sutrisno Bachir. Dalam
pertemuan ini, kemungkinan pak Amien bergabung dengan PPP semakin kongkrit.
Yusuf Syakir selaku juru bicara, menyampaikan hal-hal yang lebih lebih kongkrit
dibanding pertemuan sebelumnya. Pertama, ia menyatakan bahwa Buya Ismail Hasan
Metarium sudah menyatakan tidak bersedia dicalonkan kembali sebagai Ketua PPP.
Kedua, masalah nama partai dapat ditinjau kembali, meskipun mayoritas masih
ingin mempertahankan nama PPP. Ketiga, bersama pak Amien yang akan diusulkan
sebagai Ketua Majelis Pakar, ada nama-nama seperti Baharuddin Lopa, Ahmad
Bagja, Fuad Bawazir, Goenawan Mohamad dan Salahuddin Wahid sebagai anggota.
Tanggal 5 Agustus, pak Amien menghadiri pertemuan
yang dilaksanakan di Wisma Tempo, Sirnagalih, Jawa Barat. Pertemuan ini
dihadiri oleh tiga kelompok. Pertama, PPSK yang diwakili oleh Mohtar Mas’ud,
Rizal Panggabean, Chairil Anwar, dan Machfud. Kedua, kelompok Tebet diwakili
oleh Amin Aziz, Dawam Raharjo, A.M.Fatwa, Abdillah Toha dan A.M.Lutfi. Ketiga,
kelompok MARA diwakili oleh Goenawan Mohamad, Albert Hasibuan, Zumrotin,
Nusyahbani Kacasungkana dan Ismed Haddad. Pak Amien berada disini sebentar,
karena ia harus segera kebandara Soekarno-Hatta untuk pergi keluar negri
bersama Syafi’i Ma’arif.Ada dua Agenda besar yang harus dirumuskan dalam
pertemuan ini. Pertama, menyusun platform partai. Kedua, menyepakati formatur
yang akan ditugasi untuk menyusun kepengurusan. Melalui voting, nama partai
kemudian disepakati sebagai Partai Amanat Nasional (disingkat PAN). Ketua
formatur ditetapkan M.Amien Rais, dengan delapan anggota, antara lain: Goenawan
Mohamad, Zumrotin, Abdillah Toha, A.M.Lutfi, Ismed Haddad, Albert Hasibuan dan
Rizal Panggabean.
Sepulang dari luar negri, pak Amien diminta
menandatangani “surat kesediaan” untuk duduk di Majelis Pakar PPP. Beberapa
media massa menyiarkan bergabungnya pak Amien ke PPP sendiri. Dengan rencana
bergabungnya pak Amien ke PPP, Mereka yang telah berkumpul di Wisma Tempo
merasa gelisah mendengar berita itu. Mereka berusaha menemui pak Amien untuk
mendapatkan penjelasan kebenaran berita tersebut, selain keinginan segera
menyampaikan hasil pertemuan yang sudah disepakati. Saat itu pak Amien dikitari
orang-orang tertentu, sehingga tidak mudah ditemui. Beberapa hari kemudian,
muncul beberapa nada sumbang dari tokoh-tokoh PPP sendiri dengan rencana
bergabungnya pak Amien. Selain itu, dari hasil jejak pendapat yang dilaksanakan
Pimpinan Daerah Muhammadiyah Solo, ternyata mayoritas warga Muhammadiyah
menginginkan Pak Amien mendirikan partai sendiri. Dari DKI Jakarta, juga datang
surat resmi dari Pimpinan Wilayah Muhammadiyah yang mendesak agar pak Amien
mendirikan partai sendiri. Dengan perjuangan khusus, Rizal Panggabean dan A.M
Fatwa akhirnya berhasil menemui pak Amien, saat bersiap-siap untuk tampil dalam
sebuah acara di TV swasta. Dan mereka menyampaikan hasil pertemuan di
Sirnagalih.
Tanggal 13 Agustus malam, pak Amien kembali bertemu
tokoh-tokoh PPP di Pondok Indah. Ada sekitar sepuluh tokoh PPP hadir malam itu.
Yusuf Syakir memulai dengan sebuah kiasan, katanya “Pak Amien, ibarat orang
pacaran, kini kita sudah menikah, maka itu diharapkan pak Amien tidak lagi
melirik gadis lain.” Dengan kiasan juga pak Amien menjawab;” dalam Islam kan
boleh kawin dua.” Pak Amien kemudian menyinggung komentar beberapa petinggi PPP
yang bernada negatif tentang rencana itu. Meskipun Yusuf Syakir dan kawan-kawan
berusaha meyakinkan bahwa komentar yang dimaksud bukan berarti menentang. Juga
ia mengingatkan, apapun yang ingin dicapai, semua memerlukan
perjuangan.Keesokan harinya, pak Amien muncul di TV mengutarakan rencananya
untuk mendirikan partai baru. Sebuah partai terbuka, lintas agama dan lintas
etnik. Diharapkan bisa dilaksanakan bertepatan dengan hari kemerdekaan. Tetapi,
karena faktor etnis, akhirnya deklarasi baru bisa dilaksanakan pada 23 Agustus
1998, di Istora Senayan. Puluhan ribu masa berjubel menghadirinya. Puluhan
tokoh-tokohnya tampil dipanggung, melambai-lambaikan tangan menyambut riuhnya
tepuk tangan hadirin saat itu.
VISI & MISI
Membentuk
masyarakat Indonesia baru yang berdasarkan moralitas agama, perikemanusiaan dan
prinsip-prinsip demokrasi. Misi ini dalam implementasinya selalu bersandar pada
etika dan fatsun politik.
DAFTAR PUSTAKA
No comments:
Post a Comment