Nama : Ayu Astriani
Stambuk : A1D2 10 032
Mata Kuliah : Pengantar Pendidikan
Pendidikan
di lingkungan formal, seperti yang kita ketahui, mengajarkan pendidikan akademis
dan juga pendidikan moral. Lingkungan formal, sekolah misalnya, terkadang hanya
sebagai formalitas nilai akademik yang terkadang tidak mencerminkan nilai yang
sesungguhnya. Ia hanya dibutuhkan sebagai syarat melanjutkan studi di
lingkungan formal yang lebih tinggi tingkatannya. Itulah sebabnya, muncul
sebuah paradigma perusak moral yaitu “sekolah hanya untuk mencari ijasah dan
pekerjaan, bukan ilmu”. Paradigma inilah yang mengendurkan niat masyarakat,
khususnya masyarakat kurang mampu, untuk menyekolahkan anak mereka.
Lingkungan formal dinilai sebagai tempat
peperangan yang menghasilkan banyak korban pengangguran. Remaja-remaja yang
bersekolah hanya bisa memikirkan nilai, karena tingginya standar yang harus
dicapai. Tidak ada keinginan untuk berilmu. Hanya keinginan untuk bernilai.
Memiliki nilai yang cukup dan nilai itu bisa bersaing untuk tahap selanjutnya.
Inilah kebobrokan moral yang nyata. Kenapa remaja kita hanya instant-instant
saja tanpa mengetahui proses dari ilmu yang didapatkan? Kenapa pemerintah
hanya
menghargai secuil manusia yang mau belajar di indonesia, menekuni bidangnya?
Apakah ada harapan lain yang bisa di berikan oleh lingkungan formal agar
kebobrokan ini bisa berubah menjadi lebih baik lagi?
REMAJA
Masa remaja adalah masa transisi antara masa
kanak-kanak dengan dewasa dan relatif belum mencapai tahap kematangan mental
dan sosial sehingga mereka harus menghadapi tekanan-tekanan emosi dan sosial
yang saling bertentangan. Banyak sekali life events yang akan terjadi yang
tidak saja akan menentukan kehidupan masa dewasa tetapi juga kualitas hidup
generasi berikutnya sehingga menempatkan masa ini sebagai masa kritis.
“Di negera-negara berkembang masa transisi ini
berlangsung sangat cepat. Bahkan usia saat berhubungan seks pertama ternyata selalu
lebih muda daripada usia ideal menikah” (Kiragu, 1995:10, dikutip dari
Iskandar, 1997).
Pengaruh
informasi global (paparan media audio-visual) yang semakin mudah diakses justru
memancing anak dan remaja untuk mengadaptasi kebiasaan-kebiaasaan tidak sehat
seperti merokok, minum minuman berakohol, penyalahgunaan obat dan suntikan
terlarang, perkelahian antar-remaja atau tawuran (Iskandar, 1997).
Kadangkala
pencetus perilaku atau kebiasaan tidak sehat pada remaja justru adalah akibat ketidak-harmonisan hubungan ayah-ibu, sikap orangtua
yang menabukan pertanyaan anak/remaja tentang fungsi/proses reproduksi dan penyebab rangsangan seksualitas (libido), serta
frekuensi tindak kekerasan anak (child physical abuse).
Mereka
cenderung merasa risih dan tidak mampu untuk memberikan informasi yang memadai
mengenai alat reproduksi dan proses reproduksi tersebut. Karenanya, mudah
timbul rasa takut di kalangan orangtua dan guru, bahwa pendidikan yang
menyentuh isu perkembangan organ reproduksi dan fungsinya justru malah
mendorong remaja untuk melakukan hubungan seks pranikah (Iskandar, 1997).
Kondisi
lingkungan sekolah, pengaruh teman, ketidaksiapan guru untuk memberikan
pendidikan kesehatan reproduksi, dan kondisi tindak kekerasan sekitar rumah
tempat tinggal juga berpengaruh (O’Keefe, 1997: 368-376).
Remaja
yang tidak mempu-nyai tempat tinggal tetap dan tidak mendapatkan perlin-dungan
dan kasih sayang orang tua, memiliki lebih banyak lagi faktor-faktor yang
berkontribusi, seperti: rasa kekuatiran dan ketakutan yang terus menerus,
paparan ancaman sesama remaja jalanan, pemerasan, penganiayaan serta tindak
kekerasan lainnya, pelecehan seksual dan perkosaan (Kipke et al.,
1997:360-367). Para remaja ini berisiko terpapar pengaruh lingkungan yang tidak
sehat, termasuk penyalahgunaan obat, minuman beralkohol, tindakan kriminalitas, serta prostitusi
(Iskandar, 1997).
MASALAH
PENDIDIKAN FORMAL
Pendidikan formal umumnya didirikan
oleh pemerintah atau lembaga tertentu yang berkompeten dalam bidang pendidikan. Contohnya
Taman Kanak-Kanak, Sekolah
Dasar, Sekolah Dasar Luar Biasa, Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama dan
seterusnya. Pendidikan formal ini selain didirikan oleh pihak pemerintah juga
didirikan pula oleh Pihak Swasta.
Keberadaan pihak swasta menjadikan pendidikan formal semakin mudah untuk didapat.
Dari keberadaan pendidikan formal,
masalah yang sering muncul adalah kurangnya tenaga pendidik yang profesional. Banyak para guru dalam mengajar tidak
menggunakan metode pengajaran
yang baik dan kurangnya jiwa pendidik, mereka hanya bisa mengajar tapi
tidak bisa mendidik.
Pemerintah
menyediakan fasilitas dengan tenaga guru secara tidak seimbang. Sebagian besar
guru mengajar tanpa memperdulikan nilai-nilai moral yang seharusnya didapat.
Apa yang terjadi jika guru hanya menegajarkan pendidikan yang bersifat akademis
tanpa melihat sisi moral?
Saran
saya terhadap pemerintah, agar meningkatkan kemampuan guru agar lebih kompeten.
Lebih memiliki jiwa pengajar yang seimbang dengan moral. Benyak kasus yang
terjadi pada guru yang melakukan pelanggaran misalnya korupsi, kekerasan, dan
kemalasan.
Seperti
yang kita ketahui, remaja adalah labil pemikirannya. Mereka perlu dididik
pengetahuan dan moralnya. Lingkungan formal seperti sekolah juga sangat
berperan dalam perkembangan moral remaja. Sekolah dapat menjadi wadah
penyeimbang jika lingkungan informal dan non-formal remaja tersebut tidak bisa
memberikan kontribusi baik terhadap moral mereka. Banyaknya pengaruh-pengaruh
luar akibat globalisasi yang membawa dampak buruk terhadap moral, bisa di cegah
dengan pemberian wawasan keilmuan dan moral terhadap remaja tentang
perkembangan buruk dari globalisasi itu sendiri. Lingkungan formal intinya
sangat perlu dikembangkan lagi, khususnya tenaga pendidik, untuk mencegah terjadinya
kebobrokan moral anak bangsa khususnya remaja indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
http://infomediakita.blogspot.com/2010/04/makalah-pengaruh-pendidikan-formal-non.html
No comments:
Post a Comment